Sasiranagn Banjar, sasirangan adalah kain khas daerah Kalimantan Selatan. Awalnya kain sasirangan dikenal dengan kain pamitan, artinya kain yang dibuat sesuai permintaan yang umumnya untuk sarana batatamba (pengobatan tradisional). Nama kain sasirangan mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an untuk dijadikan kain khas daerah seperti halnya kain batik di Jawa. Sejak tahun 1985 kain sasirangan ditetapkan oleh Gubernur Kalsel saat itu Ir. H. M. Said sebagai pakaian wajib bagi PNS (ASN) pada setiap hari Jum’at.
Upaya untuk melindungi salah satu Budaya Banjar ini telah dilakukan dan diakui oleh pemerintah lewat Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM RI. Beberapa motif tradisional kain sasirangan memiliki nama-nama yang khas antara lain Iris Pudak, Kambang Raja, Bayam Raja, Kulit Karikit, Ombak Sinapur Karang, Bintang Bahambur, Sarigading, Kulit Kayu, Naga Balimbur, Jajumputan, Turun Dayang, Kambang Tampuk Manggis, Daun Jaruju, Kangkung Kaombakan, Sisik Tanggiling dan Kambang Tanjung.
Kain sasirangan adalah corak warna kain yang didapat dari proses pewarnaan rintang dengan menggunakan bahan perintang seperti tali, benang (dijahit, dijelujur, disirang) atau karet gelang atau sejenisnya menurut corak tertentu, sehingga bagian kain (biasanya jenis katun) yang dirintangi tersebut akan terhalang pada proses pewarnaan kain. Bahan pewarna kain bisa bermacam-macam, ada yang menggunakan pewarna sintetik (pewarna tekstil) atau pewarna alami. Beberapa bahan yang digunakan sebagai pewarna alami antara lain Indigofera tinctoria L (biru), buah nangka (kuning), kulit buah rambutan (kuning), kulit akar mengkudu (merah), serbuk sari kembang palu (oranye), daun alpukat (hijau), kulit bawang merah (cokelat), dan lain-lain.
Terkadang saya kecewa dengan bahan pewarna dari kain ini (mungkin juga karena saya beli kain sasiranagan yang harganya murah), beberapa kali mengalami luntur saat dicuci dan mengenai pakaian lainnya, sehingga pernah suatu kali saya tertarik membeli baju sasirangan dengan bahan licin murah dan saya suka motifnya, kain ini menggunakan teknik cetak dari pabrik dalam pewarnaannya. Ketika saya pakai beberapa kali saya ditegur teman, katanya jangan pakai sasirangan palsu (bukan hasil tradisional cara membuatnya), kasian pengrajin kampung kalo kita beli yang pabrikan. Betul juga kalo kita mau mengangkat ekonomi daerah. Tapi yang saya tidak sependapat kalau baju saya disebut sasirangan palsu. Seperti halnya batik, banyak cara orang memberi warna pada kain batik, ada yang batik tulis, ada batik cetak manual, ada pula cetak dengan skala besar di pabrik. Jadi menurut saya sasirangan itu adalah pola warna pada kain yang menunjukkan ciri khas budaya banjar (kalsel), bukan harus dibuat dengan tangan manual atau harus dijahit (jelujur/sirang), teknik/cara pewarnaan bisa berubah sesuai jaman dan teknologi yang menyertainya.
Kalau motif sasiranagn itu harus dibuat dengan dijahit/jelujur/sirang dan dicelup ke pewarna, bagaimana dengan sasirangan yang banyak bertebaran di sudut-sudut Kota Banjarmasin, di tembuk-tembok, dinding dan jembatan, apakah itu juga sasiranagn palsu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar